Dewan
Adat Dayak Provinsi Kalimantan Barat dan Dewan Pimpinan Daerah Partai Golongan
Karya Provinsi Kalimantan Barat, mengecem keras Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, bahwa penyebab kebakaran disebabkan Gawai Serentak.
Kecaman
disampaikan Ketua Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Barat, Natalis Saiyan
dan Ketua Bidang Eksekutif dan Legislatif Dewan Pimpinan Daerah Partai Golongan
Karya Provinsi Kalimantan Barat, Andreas Lani, menanggapi Kepala Pusat Data
Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo
Purwo Nugroho, sebagaimana dilansir, Cable News Network atau CNN, Jumat pagi, 24
Agustus 2018.
Dalam
pernyataannya, Sutopo, mengatakan, "Masyarakat di Kabupaten Sanggau,
Sambas, Ketapang, Kubu Raya dan lainnya memiliki tradisi 'gawai serentak',
yaitu kebiasaan persiapan musim tanam dengan membuka lahan dengan cara membakar."
Kendatipun
tidak menyebut kata Dayak, tapi dalam keterangan pers Sutopo Purwo Nugroho
menyebut tradisi gawai serentak, hanya ada dalam istilah Suku Dayak, yaitu
berupa pesta ritual syukuran selepas panen padi yang tidak ada hubungannya
dengan kebakaran hutan dan lahan gambut di Provinsi Kalimantan Barat.
Gawai
di dalam istilah Suku Dayak di Provinsi Kalimantan Barat, artinya pesta, bukan
kerja dan atau pekerjaan serentak. Sementara di Kabupaten Kubu Raya yang
berbatasan langsung dengan Kota Pontianak, komunitas Suku Dayak merupakan
kelompok minoritas, dan tidak ada fakta Suku Dayak penyebab kebakaran hutan dan
lahan gambut yang menimbulkann kabut asap pekat seperti sekarang.
Di
tempat terpisah, Deputi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN Kalimantan
Barat, Glorio Sanen, , mengaku, telah membuat surat somasi kepada Kepala Pusat
Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Menurut
Glorio Sanen, hasil data yang diperoleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantarta Kalimantan
Barat, titik api mayoritas terjadi di lahan dan hutan gambut, dimana dihuni
bukan dari Suku Dayak, dan selebihnya hutan lahan gambut yang terbakar itu
sudah beralih fungsi menjadi areal perkebunan berskala besar.