Tampilan Asli Gedung Pancasila Bengkayang Tahun 1950 |
BENGKAYANG, bordertv.online - Gedung Pancasila, yang terletak di pusat Kabupaten Bengkayang, menjadi saksi bisu perjalanan pendidikan di wilayah ini sejak dibangun sekitar tahun 1948. Gedung bersejarah ini, yang dulunya dikenal sebagai ZHUNG FA KUNG HOK atau Persekolahan Thionghoa, memulai kegiatan belajar mengajar pada tahun 1950. Sejak saat itu, Gedung Pancasila telah berperan penting sebagai sentral pendidikan masyarakat Bengkayang.
Dengan segala administrasi tanah yang telah lengkap dan dilaporkan ke pemerintah pusat di Jakarta, Gedung Pancasila tidak hanya menjadi tempat untuk menimba ilmu bagi masyarakat Bengkayang tetapi juga melestarikan budaya serta tradisi Tionghoa yang telah berakar di masyarakat setempat. Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan di Gedung Pancasila merupakan upaya kolektif masyarakat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Bengkayang.
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat kekhawatiran akan adanya oknum yang mencoba menguasai bangunan serta tanah tersebut untuk kepentingan pribadi. Masyarakat Bengkayang dan para alumnus ZHUNG FA KUNG HOK berkomitmen untuk menjaga keaslian dan keberadaan gedung tersebut sebagai warisan pendidikan dan budaya. “Kami berharap pemerintah daerah dan pusat dapat terus mendukung upaya kami untuk menjaga Gedung Pancasila agar tetap bisa berfungsi sebagai pusat pendidikan serta simbol persatuan dan kebanggaan masyarakat Bengkayang,” ujar salah seorang alumni, yang enggan disebutkan namanya.
Saat ini, Gedung Pancasila sedang dalam menjadi sorotan Publik munculnya oknum yang mengaku sebagai penerima warisan. Masyarakat Bengkayang bertekad untuk bersama-sama menjaga gedung bersejarah ini agar dapat terus berfungsi sebagai simbol pendidikan dan kebersamaan, menjadikannya sebagai pusat ilmu pengetahuan yang sejalan dengan perkembangan zaman, tanpa mengabaikan jatidiri yang telah ada sejak lama.
Salah satu warga yang terlibat ikut membangun sejak tahun 1948 yang namanya diminta untuk dirahasiakan mengatakan bahwa tanah tersebut sebelum nya adalah semak belukar dan Rawa-rawa, yang kemudian di beli oleh sekelompok warga Thionghoa kemudian memulai kegiatan belajar mengajar pada tahun 1950
"seblum gedung sekolah dibangun masih hutan belukar dan Rawa-rawa, lalu masyarakat berniat dirikan gedung sekolah setelah terkumpul dana kemudian lahan itu di beli, dan dibangun dengan tenaga suka rela atau gotong royong, dan Pendirian Gedung Permanen nya dengan Tanaga tukang ahli" ungkapnya
Ia juga menghimbau kepada oknum yang berupaya untuk menguasai gedung itu untuk berdamai di jalan Tuhan agar gedung itu tetap menjadi sentral pendidikan masyarakat Bengkayang
"Menghimbau Kepada ahli waris sama-sama mencari kebaikan di jalan Tuhan, sebagai pahala, dan gedung Pancasila itu tetap punya masyarakat Bengkayang, yang hingga masih tetap dijadikan tempat persekolahan warga masyarakat Bengkayang."
Bagi masyarakat Dayak penguasaan lahan pertanian maupun bangunan penuh dengan tanda-tanda atau Semiotika sebagai tanda kepemilikannya, untuk itu bagi penggugat harus bisa menunjukkan bukti nyata kepemilikan nya bukan dengan sejumlah dokumen yang diduga dibeli dan keasliannya diragukan
"Bagi orang akal sehat kalau kami orang Dayak, setelah orang buka lahan sebagi tanda kepemilikan, kami tanami pohon karet, pohon pinang, pohon duriang dan lain sebagainya, berarti lahan itu sudah menjadi hak" pungkasnya
Rep. Tim bordertv.online