𝗕𝗘𝗡𝗚𝗞𝗔𝗬𝗔𝗡𝗚, 𝗯𝗼𝗿𝗱𝗲𝗿𝘁𝘃.𝗼𝗻𝗹𝗶𝗻𝗲 - Hingga saat ini, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bengkayang belum menerima pembayaran tunggakan pajak dari CV. Bengkayang Karsa Utama. Tunggakan tersebut berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang meliputi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk periode 1 Juni 2021 hingga 31 Oktober 2021 serta 1 Desember 2022 hingga 31 Desember 2022.
Rincian tunggakan pajak yang belum dibayarkan oleh CV. Bengkayang Karsa Utama pada proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan adalah sebagai berikut:
𝗧𝘂𝗻𝗴𝗴𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗣𝗮𝗷𝗮𝗸 𝗣𝗲𝗿𝗶𝗼𝗱𝗲 𝟭 𝗝𝘂𝗻𝗶 𝟮𝟬𝟮𝟭 𝘀/𝗱 𝟯𝟭 𝗢𝗸𝘁𝗼𝗯𝗲𝗿 𝟮𝟬𝟮𝟭:
𝟭.𝗞𝗲𝗿𝗶𝗸𝗶𝗹 𝗦𝘂𝗻𝗴𝗮𝗶 𝗔𝘆𝗮𝗸 𝗧𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗣𝗮𝘀𝗶𝗿:
- Volume: 4.539 Meter Kubik
- Nilai Sewa: Rp. 120.000
- Pajak 15%: Rp. 81.702.000
𝟮. 𝗞𝗲𝗿𝗶𝗸𝗶𝗹:
- Volume: 7.121 Meter Kubik
- Nilai Sewa: Rp. 12.000
- Pajak 15%: Rp. 12.817.800
Jumlah Ketetapan Pajak Pokok: Rp. 94.519.800
Ditambah Bunga: Rp. 22.684.752
𝗧𝗼𝘁𝗮𝗹 𝗞𝗲𝘀𝗲𝗹𝘂𝗿𝘂𝗵𝗮𝗻: 𝗥𝗽. 𝟭𝟭𝟳.𝟮𝟬𝟰.𝟱𝟱𝟮
𝗧𝘂𝗻𝗴𝗴𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗣𝗮𝗷𝗮𝗸 𝗣𝗲𝗿𝗶𝗼𝗱𝗲 𝟭 𝗗𝗲𝘀𝗲𝗺𝗯𝗲𝗿 𝟮𝟬𝟮𝟮 𝘀/𝗱 𝟯𝟭 𝗗𝗲𝘀𝗲𝗺𝗯𝗲𝗿 𝟮𝟬𝟮𝟮:
𝟭. 𝗞𝗲𝗿𝗶𝗸𝗶𝗹 𝗦𝘂𝗻𝗴𝗮𝗶 𝗔𝘆𝗮𝗸 𝗧𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗣𝗮𝘀𝗶𝗿:
- Volume: 15.026 Meter Kubik
- Nilai Sewa: Rp. 120.000
- Pajak 15%: Rp. 270.468.000
𝟮. 𝗕𝗮𝘁𝘂 𝗚𝘂𝗻𝘂𝗻𝗴 𝗤𝘂𝗮𝗿𝘆 𝗕𝗲𝘀𝗮𝗿:
- Volume: 7.539 Meter Kubik
- Nilai Sewa: Rp. 90.000
- Pajak 15%: Rp. 101.776.500
𝟯. 𝗞𝗲𝗿𝗶𝗸𝗶𝗹:
- Volume: 43.538 Meter Kubik
- Nilai Sewa: Rp. 12.000
- Pajak 15%: Rp. 78.368.400
𝗝𝘂𝗺𝗹𝗮𝗵 𝗞𝗲𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗮𝗻 𝗣𝗮𝗷𝗮𝗸 𝗣𝗼𝗸𝗼𝗸: 𝗥𝗽. 𝟰𝟱𝟬.𝟲𝟭𝟮.𝟵𝟬𝟬
𝗗𝗶𝘁𝗮𝗺𝗯𝗮𝗵 𝗕𝘂𝗻𝗴𝗮: 𝗥𝗽. 𝟭𝟬𝟴.𝟭𝟰𝟳.𝟬𝟵𝟲
𝗧𝗼𝘁𝗮𝗹 𝗞𝗲𝘀𝗲𝗹𝘂𝗿𝘂𝗵𝗮𝗻: 𝗥𝗽. 𝟱𝟱𝟴.𝟳𝟱𝟵.𝟵𝟵𝟲
Dengan demikian, total tunggakan pajak dari tahun 2021 sebesar Rp. 117.204.552 ditambahkan dengan tunggakan pajak tahun 2022 sebesar Rp. 558.759.996, menghasilkan total keseluruhan menjadi 𝗝𝘂𝗺𝗹𝗮𝗵 𝗞𝗲𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗮𝗻 𝗣𝗮𝗷𝗮𝗸 𝗣𝗼𝗸𝗼𝗸: 𝗥𝗽. 𝟲𝟳𝟱.𝟵𝟲𝟰.𝟱𝟰𝟴 (Enam Ratus Tujuh Puluh Lima Juta, Sembilan Ratus Enam Puluh Empat Ribu, Lima Ratus Empat Puluh Delapan Rupiah).
Bapenda Bengkayang terus berupaya untuk menagih tunggakan pajak ini, mengingat pajak yang dihimpun merupakan salah satu sumber pendapatan penting bagi daerah. Pejabat terkait menghimbau CV. Bengkayang Karsa Utama untuk segera menyelesaikan kewajiban pajaknya agar tidak terjadinya sanksi lebih lanjut.
Dalam sebuah konfirmasi melalui WhatsApp tanggal 25 April 2025, Suratno, perwakilan dari CV. Bengkayang Karsa Utama, menyampaikan keluhan terkait tunggakan pajak perusahaan yang saat ini berkembang. Menurutnya, perusahaan mengalami kerugian yang signifikan akibat dampak dari perang antara Ukraina dan Rusia, yang membuat kondisi ekonomi semakin sulit.
“Fluktuasi harga akibat perang Ukraina-Rusia, harga solar, aspal, dan turunannya sangat berpengaruh. Seluruh proyek tahun 2022 mengalami kerugian besar. Kami memilih untuk menyelesaikan proyek meskipun harus menanggung konsekuensinya,” ungkap Suratno.
Ia menjelaskan lebih lanjut mengenai dampak spesifik dari perubahan harga tersebut. “Harga solar saat itu melonjak dari Rp. 14.000 menjadi Rp. 21.000, dan harga aspal juga mengalami kenaikan yang sama. Biaya angkutan juga meningkat dari Rp. 1.900 per kilometer per m³ menjadi Rp. 3.000 hingga Rp. 3.500 per kilometer per m³. Biaya spare part juga tidak kalah meningkat. Semua ini membuat biaya produksi kami melambung tinggi,” jelasnya.
Suratno menambahkan bahwa situasi semakin sulit bagi perusahaan, karena pada tahun 2023 hingga 2024, mereka tidak menerima paket tender proyek. “Kami masih memiliki tanggungan hutang meskipun tidak adanya kebijakan dari pemerintah yang memberikan jalan keluar. Namun, kami berkomitmen untuk menyelesaikan program pembangunan pemerintah yang telah kami ambil,” tambahnya.
Dengan penuh rasa tanggung jawab, Suratno menegaskan bahwa meskipun menghadapi kesulitan, CV. Bengkayang Karsa Utama tetap bertekad untuk menyelesaikan semua proyek yang ada, meskipun hal ini berarti mereka harus menanggung beban hutang.
“Dengan konsekuensi ini, kami ingin menunjukkan komitmen kami pada pembangunan daerah,” pungkasnya.
Kondisi yang diungkapkan oleh Suratno ini menjadi gambaran nyata dari tantangan yang dihadapi oleh banyak pelaku bisnis, terutama di sektor konstruksi di tengah situasi global yang tidak menentu. Pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap kondisi perusahaan yang dapat membahayakan keberlangsungan proyek-proyek vital bagi daerah.
Rep. Latip Ibrahim